Gospel Implications/id

From Gospel Translations

(Difference between revisions)
Jump to:navigation, search
(New page: {{MasterHeader |author= Mike Bullmore |partnerurl= http://www.9Marks.org |partner= 9Marks |date= |other= |categorytopic= Leadership |mediatype= Article |lang= English |editor= n/a |transla...)
 
(8 intermediate revisions not shown)
Line 1: Line 1:
-
{{MasterHeader |author= Mike Bullmore |partnerurl= http://www.9Marks.org |partner= 9Marks |date= |other= |categorytopic= Leadership |mediatype= Article |lang= English |editor= n/a |translator= Adi Kurniawan |levels= 0 }}
+
{{info|Implikasi Injil}}'''Menggembalakan Jemaat Saudara untuk Berpikir dan Hidup Sesuai dengan Kebenaran Injil'''
-
== Implikasi Injil ==
+
Sebuah gereja dianggap sehat apabila (1) guru jemaatnya mampu secara tepat dan effektif dan secara luas membawa injil untuk menjadi bagian dari kehidupan nyata dari jemaatnya; dan (2) jemaatnya memiliki pengertian pribadi yang mendalam tentang apresiasi terhadap injil, sehingga mampu hidup baik setiap hari sebagaimana dikatakan dalam injil. Saya menyebutnya sebagai ''keterpusatan fungsional'' pada injil.
-
'''Shepherding Your People to Think and Live in Line with the Truth of the Gospel'''
+
Yang amat penting untuk mencapai tujuan ini adalah ''membuat jelas'' hubungan antara injil dan implikasi-implikasi doktrin dan perilakunya. Kita bisa menyebut hubungan ini masing-masing sebagai “kebenaran injil” dan “perilaku injil”.
-
A local church is healthy to the degree that: (1) its pastor-teachers are able to accurately, effectively, and broadly bring the gospel to bear in the real lives of their people; and (2) its people have a deep personal understanding of and appreciation for the gospel, so as to be able to live in the good of the gospel daily. I call this the ''functional centrality'' of the gospel.
+
Bayangkanlah tiga buah lingkaran konsentris. Injil berada di tengah-tengahnya, mungkin paling tepat sebagaimana diungkapkan dalam I Korintus 15:3 “ Kristus mati karena dosa-dosa kita.” Ungkapan yang sederhana ini berbicara tentang realitas dosa kita, perlunya hukuman dari Tuhan, dan anugerah keselamatan yang sangat indah dari murka Allah dalam Kristus. Paulus menyebut ini “berita baik” sebagai sesuatu yang “paling penting”, dan kita sangat memaklumi prioritas yang ia berikan terhadap berita ini dalam pengajaran-pengajaran dan tulisan-tulisannya (bandingkan. I Korintus 2:1-4). Jadi, tentang keterpusatannya. Namun agar ia mempunyai keterpusatan yang ''fungsional'' ia harus ''dihubungkan'' dengan hal-hal di mana jemaat hidup di dalamnya.  
-
Critical to achieving this aim is ''making clear'' the connections between the gospel and its doctrinal and behavioral implications. We could call these connections “gospel truths” and “gospel conduct” respectively.
+
Ini membawa kita ke lingkaran kedua, yaitu kebenaran-kebenaran injil. Hal ini merupakan sesuatu yang khusus, berfokus pada implikasi doktrinal dari injil; atau, sebagaimana ditulis oleh Paulus “doktrin yang sesuai dengan (yaitu terbentuk dari) injil yang mulia” (1 Timotius 1:10-11). Kebenaran-kebenaran injil ini membat injil tertanam secara khusus dalam pikiran; kebenaran ini bermanfaat untuk memperbarui pikiran sehingga pola pikir kita semakin terbentuk oleh kebenaran injil itu.  
-
Imagine three concentric circles. In the center is the gospel itself, perhaps best represented by the words of 1Cor 15:3 – “Christ died for our sins.” This simple phrase speaks of the reality of our sin, the necessity of divine punishment, and the wonderful provision of salvation from divine wrath by God in Christ. Paul speaks of this “good news” as the matter of “first importance”, and we know well the priority he gives this message in his preaching and writing (cf. 1Cor 2:1-4). Hence, its centrality. But in order for it to have a ''functional'' centrality it must be ''connected'' to areas where people live their lives.
+
Sebagaimana mungkin kita harapkan, kitab Roma khususnya dipenuhi dengan kebenaran-kebenaran injil ini. Saya berikan tiga contoh sebagai berikut:  
-
This brings us to our second circle, gospel truths. These are specific, concrete doctrinal implications of the gospel; or, as Paul puts it, “doctrine that conforms to (i.e., takes its shape from) the glorious gospel” (1Tim 1:10-11). These gospel truths bring the gospel to bear particularly on the mind; they are useful in renewing the mind so that our thinking is more and more shaped by the truth of the gospel.
+
(1) Dalam Roma 5:1 Paulus menyatakan, “''Sebab itu, karena'' kita telah dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.” Perhatikan logika dari ayat ini. Sesuatu mengikuti dari kebenaran esensial injil. Mempunyai damai sejahtera dengan Tuhan bukanlah injil itu sendiri, melainkan implikasi kuat dari injil—suatu “kebenaran injil”. Dan memahami kebenaran injil ini adalah bagian dari penyesuaian pola pikir seseorang terhadap Injil yang mulia itu.  
-
As we might expect, the book of Romans is especially saturated with these gospel truths. Let me give three examples:
+
(2) Dalam Roma 8:1 kita baca, “''Demikianlah sekarang'' tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” Sekali lagi, perhatikan argumentasinya. Di sini Paulus bukan mempersembahkan injil itu sendiri akan tetapi sesuatu yang benar “sekarang” ''karena'' injil. Tetapi implikasinya sangat luar biasa! Bila benar-benar dimengerti oleh orang percaya hal ini akan membuat perubahan yang revolusioner dalam lingkup pemikiran mereka dan injil akan ''berfungsi'' dengan kuat bagi mereka.  
-
(1) In Romans 5:1 Paul states, ''Therefore, since'' we have been justified through faith, we have peace with God through our Lord Jesus Christ.” Notice the logic of the verse. Something follows from the essential truth of the gospel. Our having peace with God is not the gospel itself, but is a powerful implication of the gospel—a “gospel truth”. And understanding this gospel truth is part of conforming one’s thinking to the glorious Gospel.
+
(3) Roma 8:32 adalah favorit: “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia ''juga'' tidak akan mengaruniakan segala sesuatu kepada kita ''bersama-sama dengan Dia''? Perhatikan kata “juga” dan “bersama-sama dengan dia”. Hal ini menyatakan sesuatu yang timbul dari injil. Ketika orang melihat hubungan antara kebenaran dari injil itu sendiri (“Ia tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua”) dan kebenaran injil ini mengenai semua yang disediakan Tuhan secara baik untuk memenuhi apa yang kita butuhkan untuk pengudusan kita (bandingkan ayat 28-29), injil akan ''berfungsi'' untuk memperkuat kepercayaan mereka sehari-hari terhadap apa yang disediakan Tuhan.  
-
(2) In Romans 8:1 we read, ''Therefore'', there is ''now'' no condemnation for those who are in Christ Jesus.” Again, notice the argument. Paul is not here presenting the gospel itself but something that is true “now” ''because of'' the gospel. But the implication is stunning! When fully comprehended by a believer it will revolutionize their mental world and the gospel will ''function'' powerfully for them.
+
Namun, injil bukan hanya membentuk pola pikir kita, juga terdapat begitu banyak implikasi ''perilaku'' dari injil. Injil bukan saja untuk memperbarui pikiran kita, namun juga memperingatkan akan perilaku kita. Ada banyak contoh ayat-ayat Alkitab mengenai kehidupan yang diperingatkan oleh injil ini. Dalam Galatia 2:14 Paulus menegur Petrus atas tindakannya yang “tidak sejalan dengan kebenaran Injil” dan dalam Filipi 1:27 ia mendorong orang-orang percaya untuk “''bertingkah laku'' sesuai dengan injil.” Dengan kata lain, salah satu jalan dimana injil dapat berfungsi adalah dengan memberitahukan tingkah laku yang khusus. Jadi, kita harus membaca Alkitab dengan perhatian khusus pada hubungan-hubungan ini. Misalnya pada waktu Paulus menyerukan kepada orang-orang di Korintus untuk “menjauhkan diri dari perbuatan cabul” ia secara eksplisit mendasarkan seruannya itu pada injil—“kamu bukan milik kamu sendiri, sebab kamu telah dibeli. ''Karena itu'' muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (I Korintus 6:18-20). Ketika ia mendorong orang untuk memberi pengampunan, ia secara eksplisit merujuk kepada injil sebagai motivasi dan teladan (Efesus 4:32). Ketika ia mengatakan suami harus mengasihi istrinya ia menyatakan hal itu dengan mengaitkan nasihatnya secara langsung dengan injil (Efesus 5:25). Ketika ia menasihati orang-orang Korintus agar terus-menerus berbuat baik ia secara eksplisit mengingatkan mereka akan kebaikan Allah dalam injil (2 Korintus 8:7,9; 9:12-13, 15). Banyak contoh lain lagi yang dapat diberikan. Pada akhirnya semua tingkah laku orang Kristen harus mengalir dari injil; sembari berupaya keras untuk menghindari kehambaran, hubungan harus dibuat dengan semua segi kehidupan.  
-
(3) Romans 8:32 is a favorite. “He who did not spare his own Son, but gave him up for us all—how will he not ''also, along with him'', graciously give us all things.” Notice those words “also” and “along with him.” They speak of something that grows out of the gospel. When people see the connection between the truth of the gospel itself (“He did not spare his own Son but gave him up for us all”) and this gospel truth concerning God’s gracious provision of all that we need for<br>our sanctification (cf. vv. 28-29), the gospel will ''function'' for the strengthening of their daily trust in God’s provision.
+
Salah satu tantangan yang paling besar dan tugas yang paling penting dari guru-jemaat adalah ''menunjukkan'' secara jelas hubungan-hubungan ini sehingga jemaat dapat secara spesifik dan tepat membawa injil untuk bertahan dalam pikiran dan perilaku mereka. Jadi injil menjadi pusat ''secara fungsional'' bagi orang Kristen secara individu dan bagi gereja setempat.
-
 
+
-
But not only is the gospel to shape our thinking, there are massive behavioral implications of the gospel as well. The gospel is not only to renew our minds, but to inform our ''conduct'' too. The Scriptures provide many examples of this gospel informed living. In Gal 2:14 Paul rebukes Peter for conduct that was “not in line with the truth of the Gospel” and in Phil 1:27 he urges believers to “''conduct'' yourselves in a manner worthy of the gospel.” In other words, one of the ways the gospel must function is by informing specific behaviors. Thus, we should read our Bibles with an eye toward detecting these connections. So, for example, when Paul appeals to the Corinthians to “flee from sexual immorality” he explicitly bases his appeal on the gospel—“you are not your own; you were bought at a price. ''Therefore'' honor God with your body” (1Cor 6:18-20). When he urges forgiveness he explicitly references the gospel as both motivation and model (Eph 4:32). When he tells husbands to love their wives he does so by linking his exhortation directly to the gospel (Eph 5:25). When he calls the Corinthians to an ongoing generosity he explicitly reminds them of God’s generosity in the gospel (2Cor 8:7,9; 9:12-13, 15). Many more examples could be given. Ultimately, all Christian behavior should flow out of the gospel; while working hard to avoid triteness, connections should be made to every area of life.
+
-
 
+
-
One of the greatest challenges and most important tasks of the pastor-teacher is to clearly ''show'' these connections so that people can specifically and intelligently bring the gospel to bear on both their thinking and conduct. Thus the gospel becomes ''functionally'' central to the individual Christian and to the local church.
+

Current revision as of 18:31, 11 August 2008

Related resources
More By
Author Index
More About
Topic Index
About this resource

©

Share this
Our Mission
This resource is published by Gospel Translations, an online ministry that exists to make gospel-centered books and articles available for free in every nation and language.

Learn more (English).

By About

Menggembalakan Jemaat Saudara untuk Berpikir dan Hidup Sesuai dengan Kebenaran Injil

Sebuah gereja dianggap sehat apabila (1) guru jemaatnya mampu secara tepat dan effektif dan secara luas membawa injil untuk menjadi bagian dari kehidupan nyata dari jemaatnya; dan (2) jemaatnya memiliki pengertian pribadi yang mendalam tentang apresiasi terhadap injil, sehingga mampu hidup baik setiap hari sebagaimana dikatakan dalam injil. Saya menyebutnya sebagai keterpusatan fungsional pada injil.

Yang amat penting untuk mencapai tujuan ini adalah membuat jelas hubungan antara injil dan implikasi-implikasi doktrin dan perilakunya. Kita bisa menyebut hubungan ini masing-masing sebagai “kebenaran injil” dan “perilaku injil”.

Bayangkanlah tiga buah lingkaran konsentris. Injil berada di tengah-tengahnya, mungkin paling tepat sebagaimana diungkapkan dalam I Korintus 15:3 “ Kristus mati karena dosa-dosa kita.” Ungkapan yang sederhana ini berbicara tentang realitas dosa kita, perlunya hukuman dari Tuhan, dan anugerah keselamatan yang sangat indah dari murka Allah dalam Kristus. Paulus menyebut ini “berita baik” sebagai sesuatu yang “paling penting”, dan kita sangat memaklumi prioritas yang ia berikan terhadap berita ini dalam pengajaran-pengajaran dan tulisan-tulisannya (bandingkan. I Korintus 2:1-4). Jadi, tentang keterpusatannya. Namun agar ia mempunyai keterpusatan yang fungsional ia harus dihubungkan dengan hal-hal di mana jemaat hidup di dalamnya.

Ini membawa kita ke lingkaran kedua, yaitu kebenaran-kebenaran injil. Hal ini merupakan sesuatu yang khusus, berfokus pada implikasi doktrinal dari injil; atau, sebagaimana ditulis oleh Paulus “doktrin yang sesuai dengan (yaitu terbentuk dari) injil yang mulia” (1 Timotius 1:10-11). Kebenaran-kebenaran injil ini membat injil tertanam secara khusus dalam pikiran; kebenaran ini bermanfaat untuk memperbarui pikiran sehingga pola pikir kita semakin terbentuk oleh kebenaran injil itu.

Sebagaimana mungkin kita harapkan, kitab Roma khususnya dipenuhi dengan kebenaran-kebenaran injil ini. Saya berikan tiga contoh sebagai berikut:

(1) Dalam Roma 5:1 Paulus menyatakan, “Sebab itu, karena kita telah dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.” Perhatikan logika dari ayat ini. Sesuatu mengikuti dari kebenaran esensial injil. Mempunyai damai sejahtera dengan Tuhan bukanlah injil itu sendiri, melainkan implikasi kuat dari injil—suatu “kebenaran injil”. Dan memahami kebenaran injil ini adalah bagian dari penyesuaian pola pikir seseorang terhadap Injil yang mulia itu.

(2) Dalam Roma 8:1 kita baca, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” Sekali lagi, perhatikan argumentasinya. Di sini Paulus bukan mempersembahkan injil itu sendiri akan tetapi sesuatu yang benar “sekarang” karena injil. Tetapi implikasinya sangat luar biasa! Bila benar-benar dimengerti oleh orang percaya hal ini akan membuat perubahan yang revolusioner dalam lingkup pemikiran mereka dan injil akan berfungsi dengan kuat bagi mereka.

(3) Roma 8:32 adalah favorit: “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia juga tidak akan mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Perhatikan kata “juga” dan “bersama-sama dengan dia”. Hal ini menyatakan sesuatu yang timbul dari injil. Ketika orang melihat hubungan antara kebenaran dari injil itu sendiri (“Ia tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua”) dan kebenaran injil ini mengenai semua yang disediakan Tuhan secara baik untuk memenuhi apa yang kita butuhkan untuk pengudusan kita (bandingkan ayat 28-29), injil akan berfungsi untuk memperkuat kepercayaan mereka sehari-hari terhadap apa yang disediakan Tuhan.

Namun, injil bukan hanya membentuk pola pikir kita, juga terdapat begitu banyak implikasi perilaku dari injil. Injil bukan saja untuk memperbarui pikiran kita, namun juga memperingatkan akan perilaku kita. Ada banyak contoh ayat-ayat Alkitab mengenai kehidupan yang diperingatkan oleh injil ini. Dalam Galatia 2:14 Paulus menegur Petrus atas tindakannya yang “tidak sejalan dengan kebenaran Injil” dan dalam Filipi 1:27 ia mendorong orang-orang percaya untuk “bertingkah laku sesuai dengan injil.” Dengan kata lain, salah satu jalan dimana injil dapat berfungsi adalah dengan memberitahukan tingkah laku yang khusus. Jadi, kita harus membaca Alkitab dengan perhatian khusus pada hubungan-hubungan ini. Misalnya pada waktu Paulus menyerukan kepada orang-orang di Korintus untuk “menjauhkan diri dari perbuatan cabul” ia secara eksplisit mendasarkan seruannya itu pada injil—“kamu bukan milik kamu sendiri, sebab kamu telah dibeli. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (I Korintus 6:18-20). Ketika ia mendorong orang untuk memberi pengampunan, ia secara eksplisit merujuk kepada injil sebagai motivasi dan teladan (Efesus 4:32). Ketika ia mengatakan suami harus mengasihi istrinya ia menyatakan hal itu dengan mengaitkan nasihatnya secara langsung dengan injil (Efesus 5:25). Ketika ia menasihati orang-orang Korintus agar terus-menerus berbuat baik ia secara eksplisit mengingatkan mereka akan kebaikan Allah dalam injil (2 Korintus 8:7,9; 9:12-13, 15). Banyak contoh lain lagi yang dapat diberikan. Pada akhirnya semua tingkah laku orang Kristen harus mengalir dari injil; sembari berupaya keras untuk menghindari kehambaran, hubungan harus dibuat dengan semua segi kehidupan.

Salah satu tantangan yang paling besar dan tugas yang paling penting dari guru-jemaat adalah menunjukkan secara jelas hubungan-hubungan ini sehingga jemaat dapat secara spesifik dan tepat membawa injil untuk bertahan dalam pikiran dan perilaku mereka. Jadi injil menjadi pusat secara fungsional bagi orang Kristen secara individu dan bagi gereja setempat.

Navigation
Volunteer Tools
Other Wikis
Toolbox